Tanya: KPR Saya Macet dan Rumah Dilelang Sepihak, Saya Harus Bagaimana?
KPR Saya Macet dan Rumah Dilelang Sepihak, Saya Harus Bagaimana?
Kronologi peristiwanya :
- Pada tahun 2015 Hasan mengambil rumah di salah satu perumahan dengan menggunakan program KPR selama 15 tahun. Saat itu kondisi rumah dalam keadaan indent.
- Selama tahun 2016 (tahun ke-1) Hasan lancar membayar cicilan per bulan KPR tersebut.
- Karena kurang paham/awam pada tahun 2017 (tahun ke-2) bunga KPR tersebut naik cukup tinggi (hampir 2x lipat) dan Hasan tidak sanggup melanjutkan cicilannya (setelah diingatkan berkali-kali pihak bank melalui telepon dan media lain).
- Pada tahun 2017 itu juga Hasan menghadap ke bank (cabang yang melakukan akad jual beli) dengan mengembalikan semua berkas ke pihak bank (tidak meneruskan KPR) tetapi beliau tidak mendapat dokumen tanda terima apapun dan sejak saat itu Hadan tidak pernah dihubungi oleh pihak bank (tidak ada informasi apapun melalui surat, telp (tidak ganti nomor) atau kunjungan). Kondisi rumah belum serah terima kunci.
- September tahun 2022 Hasan akan melakukan pembelian melalui jasa bank lain, ternyata Hasan kena BI Checking karena kasus lama ini dan melakukan check melalui call center ternyata data yang ada Hasan masih dianggap utang dengan jumlah yang besar (pokok + bunga + denda, 2x lipat dari harga awal). Dengan itikad baik Hasan menghadap ke cabang bank tersebut untuk menyelesaikan masalah tetapi tidak ada solusi, hanya informasi rumah tersebut sudah dilelang (tunggu terjual).
- Hasan sekarang sudah kirim e-mail ke kantor pusat bank tersebut dan menunggu jawaban.
Pertanyaan :
- Bagaimana status hukum debitur/Hasan saat ini?
- Pihak bank tidak melakukan prosedur yang benar (tidak ada informasi apapun seperti SP1,SP2 dan informasi lelang selama 5 tahun) apa yang harus Hasan lakukan?Apa perlu lapor ke OJK ?
- Bagaimana cara membersihkan nama dari BI checking dengan kasus seperti ini ?
Penanya: Hasan
Jawaban:
Berikut jawaban singkat dari saya selaku seorang praktis hukum dan seorang advokat di Bukittinggi .
Dalam hukum perdata dikenal asas pacta sun servanda sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang berbunyi:
“Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”
Selanjutnya dalam Pasal 1338 ayat (2) KUHPerdata diatur sebagai berikut:
“Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau. karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang”
Selanjutnya berdasarkan ketentuan Pasal 1381 KUHPerdata dapat dipahami bahwa suatu perjanjian dapat berakhir disebabkan karena:
- Pembayaran; (KUHPerd. 1382 dst.)
- Penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan; (Pasal 1404 KUHPerdata dst.)
- Pembaharuan utang; (Pasal 1413 KUHPerdata dst.)
- Perjumpaan utang atau kompensasi; (Pasal 1425 KUHPerdata dst.)
- Pencampuran utang; (Pasal 1436 KUHPerdata dst.)
- Pembebasan utang; (Pasal 1438 KUHPerdata dst.)
- Musnahnya barang yang terutang; (Pasal 1444 KUHPerdata)
- Kebatalan atau pembatalan; (Pasal 1446 KUHPerdata dst)
- Berlakunya suatu syarat pembatalan, yang diatur dalam Bab I buku III KUHperdata; (Pasal 1265 KUHPerdata dst.)
- Kedaluwarsa (Pasal 1265, 1268 dst., 1338, 1646, 1963, 1967 KUHPerdata)
Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, maka perjanjian antara Hasan dengan pihak bank berlaku layaknya sebagai undang-undang bagi pihak-pihak yang membuatnya. Perjanjian tersebut harus tetap dianggap masih berlaku baik bagi Hasan dan juga pihak bank sepanjang belum ada hal-hal yang mengakibatkan berakhirnya suatu perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1381 KUHPerdata.
Dari kronologi yang di sampaikan, maka jika maksud dan tujuan Hasan mengembalikan dokumen-dokumen ke pihak Bank adalah dalam rangka pengakhiran perjanjian, maka hal itu harus dinyatakan secara tegas sehingga ada kejelasan mengenai status pinjaman Hasan. Namun jika tidak ada kejelasan, maka secara hukum status Hasan masih terikat dalam perjanjian.
Selanjutnya ada baiknya pihak keluarga memeriksa apakah rumah yang dijadikan jaminan tersebut sudah pernah dilelang atau belum serta apakah sudah terjual atau belum mengingat rentang waktu yang sudah relatif lama sejak Hasan berhenti melakukan pembayaran cicilan sampai dengan sekarang.
Selain itu Hasan juga bisa meminta kembali dokumen-dokumen yang pernah diserahkan, atau meminta salinan perjanjian untuk mempelajari kembali isi perjanjian KPR antara Hasan dengan pihak bank.
Terkait pertanyaan diatas bagaimana mengenai cara membersihkan blacklist dari BI Checking, dapat saya informasikan bahwa dikutip dari laman konsumen.ojk.go.id, layanan BI Checking atau SID sudah beralih dari Bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan berganti nama menjadi Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK).
Berdasarkan Peraturan OJK Nomor 18/POJK.03/2017 Pelaporan Dan Permintaan Informasi Debitur Melalui Sistem Layanan Informasi Keuangan sebagaimana diubah dengan Peraturan OJK Nomor 64/POJK.03/2020, dapat disimpulkan bahwa pihak bank berkewajiban menyampaikan Laporan Debitur kepada OJK setiap bulannya, yang mencangkup informasi mengenai:
- Debitur;
- Fasilitas Penyediaan Dana;
- agunan;
- penjamin;
- pengurus dan pemilik; dan
- keuangan Debitur.
Sederhananya, sepanjang pihak bank masih melaporkan adanya tunggakan atas pinjaman Hasan maka status tunggakan tersebut akan tetap melekat pada Informasi debitur yang dikelola OJK sebagaimana tercantum dalam SLIK.
Pengkinian data mengenai status tunggakan tersebut baru akan “diputihkan” jika pihak bank menyampaikan laporan kepada OJK yang pada pokoknya menyatakan bahwa Hasan sudah tidak memiliki tunggakan utang lagi.
Demikian jawaban dari saya
*Buscandra Burhan SH*
Tim Hukum PT Cahaya Indo Media
Ingin bertanya seputar masalah hukum?
Silahkan kirimkan pertanyaan anda melalui menu TANYA HUKUM di menu bawah website kami. Tim hukum kami siap menjawab pertanyaan anda.